Saturday, 27 May 2017

Jadilah Kuat !

Kesaksian dari Sefty Pardosi-Yogyakarta|

Semester ini, Senin sampai Jumat menjadi hari yang hectic buatku. Bukan karena jadwal kuliah harian yang padat dengan tumpukan sks, tapi aku membuat pola hidupku untuk fokus mengerjakan tugas-tugas studi di hari-hari kuliah
Hari ini hari Senin, setelah seharian kemaren full pelayanan dari pagi sampai malam, dan rasanya capek sekali. Sudah tiga hari aku batuk berdahak dan pilek terhitung dari hari Sabtu, tapi sebisa mungkin aku tidak minum obat dulu – kurasa ini cuma batuk biasa. Tapi ternyata, semalam jam dua aku terbangun karena sesak nafasku kambuh. Beberapa hari ini kuakui aku tidur dengan menyalakan kipas angin, karena ada yang sedang menginap di kamarku. Sampai malam ini pun, aku masih sesak nafas dan pastinya menyesakkan buatku – ini untuk yang pertama kalinya setelah terakhir kualami duduk di bangku SMP.
Sore tadi, aku berkumpul dengan sahabat-sahabat segerejaku di kampus – mereka berempat yang cenderung menjadi teman-temanku untuk sharing. Aku mengakui aku sedang mengurusi banyak hal di kampus, gereja, dan organisasi. Dan hari-hari ini bukan waktu yang pas untuk bercanda dengan hal-hal yang kuanggap sensitif. Di hari Sabtu yang lalu sahabatku, Nia, menceritakan sesuatu dan cenderung aku telah merugikan orang lain dalam hal ini. Itu menambah satu beban pikiran untukku. Ditambah lagi, aku sedang sakit. Tapi sekuat mungkin aku nikmati saja waktuku dalam keadaan sakit dan mengerjakan tugas – beneran sakit sih rasanya. Sore ini, Nia akan menyampaikan masalah ini ke sahabat-sahabatku yang lain sekaligus mengklarifikasinya. Aku ditanya responnya, ya kujawab dengan respon terbaikku dengan perenungan selama tiga hari ini tentang masalah ini. Menyebalkannya, hal yang diklarifikasi pun ternyata tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang kuperbuat, Nia hanya mau bercanda dengan menceritakan hal tersebut – membuat sebuah rekaan.
Aku bilang, “gak lucu lho yang kau buat ini. Kau gak tau seberapa mikirnya aku tentang ini.” Mereka tertawa. Kalau aku di posisi mereka, aku pun akan tertawa – tidak mungkin aku diam, malah menambah keruh suasana. “Kami bercanda, dia nih yang punya ide,” melontar kepada yang lain.
Saat itu aku bingung, hal yang selama ini dianggap Nia menjadi hal yang sensitif ternyata bisa dipermainkan juga olehnya. Dan ketika aku sudah bisa menghargai hal tersebut, aku hampir tidak percaya kalau dia bisa mempermainkannya. Itu yang ada dipikiranku seketika itu. Aku seolah terbawa karena aku tahu apa yang dia yakini. Tetapi saat itu juga respon benar, yang sesungguhnya, diperlukan dari seorang Sefty, diriku sendiri.
Aku akhirnya hanya bilang agar lain kali tahu terlebih dahulu apa yang bisa dibecandakan dan yang tidak. Tapi aku bersyukur kalau cerita yang dia lontarkan adalah rekaan, sebab apa yang kuharapkan memang juga seperti apa yang dia sampaikan pada akhirnya – cerita sebenarnya. Waktu menunjukkan jam setengah delapan kurang, dua sahabatku sudah punya janji lain dan yang satunya mau pulang ke rumah – akhirnya mereka pergi, tinggal aku sendiri.
Kurefleksikan kembali apa yang baru kualami. Pengertian apa yang baru kudapati pun terasa tidak berarti karena itu bukanlah cerita yang asli, yang sudah kurenungkan berhari-hari. Tapi aku percaya, Tuhan kasih pelajaran dari hal ini. Walaupun ini bukan kejadian aslinya, tapi Tuhan kasih aku hikmat ketika aku menjumpai hal demikian, aku memahaminya. Lalu aku diingatkan kembali, tiap-tiap hari, aku harus lebih bisa menanggalkan daging. Walaupun sakit rasanya, secara fisik, pikiran, dan juga perasaan, tapi aku percaya anak Tuhan tidak hidup dalam daging – ‘tinggal’ dalam daging berbeda dengan ‘hidup’ dalam daging. Sama seperti daging yang melekat dengan kulit di tubuh, jika diberi tekanan, panas, dan benda tajam pasti sakit, tapi tugas kita untuk menahannya dan menikmatinya. Aku tidak bisa menyalahkan mereka yang tidak tahu keadaanku saat ini, tapi aku yang dapat mengontrol diriku untuk tidak membuat keadaan semakin keruh, aku tidak mengizinkan diriku dipimpin oleh rasa-rasa yang muncul di perasaanku.
Saat aku sudah tidak bisa fokus mengerjakan tugas di kampus, aku memutuskan untuk pulang. Aku tahu aku masih sedih saat itu dengan keadaanku. Di titik-titik seperti ini, aku memang akan menyendiri dan mengambil waktu berbicara kepada Tuhan. Aku menangis sebentar.
Setelah sampai di rumah, anak FResH yang aku gembalakan nge-chat­ aku, saat ini ada masalah yang dia alami di dalam keluarganya. Awalnya dia, Sherina, hanya nge-chat­ “Kak? Sakit kak.” Aku pikir dia menanyai keadaanku sakit atau tidak – terkadang kurang memberi tanda baca sering terjadi dalam obrolan media sosial. “Wah, kok dia bisa tahu?” Batinku. Beberapa detik kemudian, chat selanjutnya masuk mengabarkan dia sedang sakit. Hatiku langsung tersontak akan hal ini. Kupikir akulah yang saat ini harus diberi perhatian – aku yang orang lain lihat seolah-olah kuat dengan semua kehidupan ini, sebenarnya aku juga sakit. Tapi indah banget Roh Kudus bekerja, mengingatkan bahwa ada domba-domba yang Tuhan percayakan kepadaku yang harus aku dorong untuk jadi kuat. Aku salah satu pemimpin, tim gembala dalam komselku (FResH). Jelas banget Tuhan kasih tahu kalau aku mulai manja dan cengeng, ingat ada anak-anak FResHku yang membutuhkan aku, kenapa aku malah seperti ini ? 
Aku langsung cari ayat di Alkitab dan memang sangat menjelaskan kondisiku saat ini. 2 Timotius 2:1 jelas berkata “Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus.” Ada hal yang lebih penting daripada aku meratapi keadaanku. Aku boleh nangis di hadapan Tuhan, tapi aku tidak akan bijak apabila malah terpuruk – mengasihani keadaanku. Ada jiwa-jiwa yang harus jadi kuat juga – diawali juga aku harus jadi kuat. Keren banget rasanya dapat pelajaran ini , hal inti dari pengalamanku hari ini yang mau Tuhan kasih. Terkadang kita merasa hidup kita yang paling berat, tapi jangan lupa bersyukur, Tuhan yang sudah memberikan hidup untuk kita. Hidup ini memang bukan tentang aku atau kamu, tapi tentang Dia – yang memproses kita untuk jadi kuat dan yang menguatkan orang lain, menjadi berkat. (Sefty Pardosi)

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah menulis komentar yang positif.