Thursday, 8 June 2017

Ekspektasi? Realita?

Kesaksian dari Irene Chandra-Yogyakarta|

Kedatanganku ke Yogyakarta tidak dengan suasana hati yang baik, melainkan dengan suasana hati yang kacau. Universitas Atma Jaya Yogyakarta, merupakan kampus pertama yang aku daftarkan sebelum aku lulus SMA. Sepertinya aku memasukkan Yogyakarta sebagai tujuan pertama kampusku hanya sebatas pride semata dan saat mendekati kelulusan SMA aku justru berusaha sebisa mungkin untuk membatalkan pilihan kuliah di Yogyakarta. Berbagai macam cara sudah kulakukan mulai dari daftar SNMPTN, SBMPTN untuk wilayah Surabaya. Aku memang sengaja tidak mendaftarkan ke kampus swasta di Surabaya karena semua beasiswaku sudah hangus. Pada akhirnya aku tidak memiliki pilihan selain pergi ke Yogyakarta. Sebenarnya, Yogyakarta bukanlah alasan utamaku untuk membatalkan kuliah di sini melainkan program studi yang sama sekali tidak kuketahui atau bahkan tidak kuminati. Semenjak aku memutuskan untuk memilih masuk IPS, aku sudah memiliki keinginan untuk memilih jurusan kuliah Akuntansi atau Management, bahkan aku sudah memikirkan akan kerja apa setelah aku lulus dari universitas, namun ternyata Tuhan membalikkan ekspektasiku menjadi mahasiswa komunikasi.
            Marah? Kecewa? Secara manusiawi, iya. Banget, karena ini menyangkut masa depan dan aku tidak mau salah ambil langkah. Sejak awal aku dinyatakan lulus sebagai mahasiswa komunikasi hampir setiap hari aku mengeluh, karena aku sudah takut duluan kalau-kalau aku tidak bisa menjalaninya bahkan sebelum aku memulai langkah pertamaku. Satu tahun hampir berlalu dan Tuhan seperti mengajakku untuk sejenak menengok ke belakang. Hal-hal yang selama ini kutakutkan, kekhawatiranku akan prodi yang kupilih, sudah kulewati semua hal itu walaupun harus dengan jatuh bangun dan juga tangisan. Sejak awal aku memang mempunyai pemikiran bahwa kedatanganku ke sini adalah sebuah kesalahan, tapi tidak lagi hari ini. Banyak sekali pelajaran yang Tuhan mau aku dapatkan semenjak aku datang ke kota ini yang mungkin bahkan tak akan aku dapatkan semisal aku jadi kuliah di Surabaya. Ya memang kalaupun aku kuliah di Surabaya aku bisa ambil jurusan yang aku minati, tapi belum tentu aku akan memiliki pertumbuhan rohani yang sama seperti di Yogyakarta. Ketika aku di Mojokerto, aku merasakan pertumbuhan rohaniku mati. Aku hanya pergi ke gereja sebagai rutinitas, bahkan mencari-cari alasan untuk tidak datang ke gereja, ketika mendengarkan kotbah hanya masuk telinga kiri keluar telinga kanan, aku merasa ke gereja hanya absen muka saja ke pendeta. Sekarang di Yogyakarta, aku pertama kali mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi. Tuhan seakan menegurku, Dia mengenal baik diriku tetapi aku tidak mengenal dengan baik Bapaku.
            Selain itu, aku bisa dipertemukan oleh komunitas (Influence Generation, History Maker) yang tidak hanya sekadar datang, singgah, dan pergi melainkan siap sedia untuk membangun aku tiap harinya. Memang benar, manusia menajamkan manusia. Aku diperhadapkan dengan berbagai macam karakter yang belum pernah kutemui sebelumnya dan dari situ aku mulai belajar bagaimana memperlakukan atau menghadapi perbedaan karakter tersebut. Pada masa sekolah, aku merupakan seorang siswi yang masa bodoh terhadap sesama, karena pikiranku hanya mengenai diriku sendiri; ya, aku seorang introvert. Ternyata aku salah, setelah aku datang di Yogyakarta dengan status sebagai perantau; aku membutuhkan orang lain. Sejak pertama kali aku menginjakkan kakiku di kota ini, banyak orang-orang yang menyemangatiku dan membantuku menyelesaikan setiap tugas kuliahku sejak ospek hingga saat ini. Sejak saat itu, aku mulai merenung atas sikap-sikap individu-ku selama ini, aku sadar aku gak boleh egois, ada orang-orang di luar sana yang membutuhkan telinga untuk setiap permasalahan mereka. Bukan, bukan hanya nasihat yang mereka butuhkan, mereka hanya membutuhkan telinga yang tidak hanya sekadar mendengar melainkan mendengarkan, bahkan mereka membutuhkan tangan untuk menarik mereka berdiri. Orang-orang dunia mungkin akan mendukung setiap perbuatan dosamu, tapi komunitas yang benar akan menegur setiap perbuatan dosamu, bukan teguran untuk menyalahkan melainkan teguran untuk membangunmu.
Mengingat hal-hal yang sudah kulewati, aku hanya bisa senyum-senyum sendiri, karena pekerjaan Tuhan Yesus akan selalu luar biasa. Hanya saja, kita sebagai manusia selalu melihat hal tersebut dari persepsi kita sendiri; coba cari tahu maksud Tuhan. Ibarat kata, Tuhan itu Bapa kita. Seorang Bapa akan mengetahui kapasitas dan kemampuan tiap anaknya dan Ia akan dengan cekatan mengarahkan kita pada rencana-Nya sebelum akhirnya kita terjebak pada pilihan kita sendiri. Jadi, di manapun Tuhan mau tempatkanmu, jurusan apapun itu Ia tidak akan meninggalkanmu sendirian, bahkan sampai luluspun Dia akan menyertai engkau. “If He’s carried you this far, what makes you think He won’t finish what He started?”. Ragu merupakan sikap alamiah yang dimiliki oleh manusia, tapi bagaimana kita meresponi keraguan tersebut sehingga keraguan tersebut tidak seakan menjadi bayangan kita.
“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.” – Yesaya 55:8. 

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah menulis komentar yang positif.